Industri kopi Indonesia membuktikan kualitasnya, tak hanya memenuhi konsumsi di dalam negeri tetapi juga mengisi pasar global. Produk kopi nasional yang masuk ke kancah dunia, terdiri dari dua kategori, yaitu biji kopi mentah dan biji kopi sangrai. Sejauh ini, biji kopi mentahlah yang mendominasi ekspor sekitar 98 persen.
Di awal tahun 2020, industri kopi sangat menjamur. Bisnis kopi mudah ditemukan di sudut jalan. Mulai dari restoran besar ala Starbucks, sampai gerai-gerai kecil penjual kopi yang mengandalkan alat pembuat espresso manual, seperti merk Rok Presso yang banyak ditemukan di pasaran.
Sebagai produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia, lebih dari separuh kopi nusantara memang diekspor. Berdasarkan data International Trade Center (ITC) diketahui per 2018, total ekspor kopi Indonesia mencapai US$ 818 juta. Kontribusi biji kopi mentah berkisar US$ 808,41 juta, berasal dari biji kopi mentah yang dihilangkan kafeinnya maupun yang tidak dihilangkan kafeinnya.
Negara tujuan ekspor kopi Indonesia khususnya para negara konsumer tradisional, seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Jepang. Tapi semakin hari, seiring perkembangan zaman, terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat di dalam negeri yang menghasilkan peningkatan konsumsi kopi. Pada awal 1990, konsumsi nasional sekitar 120.000 ton, sedangkan belakangan ini mencapai 180.000 ton.
Dengan begitu, meskipun ekspor tetap menjanjikan tetapi pemerintah dan pemain industri kopi perlu menjaga keseimbangan pemenuhan kebutuhan antara pasar dalam dan luar negeri. Terlebih, pandemi Covid-19 menghadirkan cerita baru bagi pebisnis kopi, baik yang bermain Tanah Air saja maupun yang merambah pasar internasional.
Cerita Industri Kopi Saat Pandemi
Pembatasan sosial dan fisik akibat pandemi, bahkan sejumlah negara menerapkan karantina, membuat kebiasan ngopi bergeser. Sebelumnya, mungkin banyak dari kita yang senang menikmati kopi di kafe, kedai, atau warung lantas sekarang menjadi di rumah saja. Tak heran banyak coffee shop yang kemudian gulung tikar.
Mengutip Tirto.id, di negara-negara bagian AS yang mempraktikkan karantina wilayah, tempat-tempat ngopi berguguran. Stumptown Coffee, misalnya, terpaksa merumahkan 130 barista dan staf. Bahkan, jaringan kopi global Starbucks menutup setengah dari jumlah gerai mereka di AS yang notabene pasar terbesarnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Merujuk kepada rilis media yang dikeluarkan Moka, selama pandemi berlangsung terjadi penurunan pendapatan harian industri makanan/minuman (mamin) hingga lebih dari 40 persen. Lebih dari itu, satu dari tiga bisnis mamin menunjukkan penurunan signifkan.
Tidak hanya hilir, hulu juga terimbas pandemi. Katadata.co.id melansir bahwa produksi kopi kemungkinan bakal merosot sekitar 35 persen dibandingkan dengan perolehan 2019. Angka ini muncul dengan mempertimbangkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ditempuh sejumlah daerah sehingga intensitas aktivitas para petani ikut turun. Faktor lain ialah lesunya permintaan dunia, contohnya Negeri Sakura yang sempat mengurungkan rencana impor kopi Bali dan Mandailing sebanyak empat ton.
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menuturkan, kebijakan mitigasi penanganan pandemi virus corona yang ditempuh berbagai negara memang cukup mengganggu mata rantai pasokan kopi. Pasalnya, harga biji kopi ikut turun dari Rp 68 ribu per kilogram sebelum pandemi, menjadi Rp 32 ribu per kilogram saat ini.
“Guna menolong kondisi industri kopi nasional, pemerintah mengambil sejumlah langkah,” kata Iman mengutip pemberitaan Katadata.co.id berjudul Dampak Pandemi, Pemerintah Preduksi Produksi Kopi RI Anjlok 35%, Sabtu (9/10/2020).
Ada enam langkah yang ditempuh pemerintah, pertama, menyelenggarakan perundingan internasional demi membuka akses pasar bagi komoditas kopi. Kedua, pemerintah merilis Go Dagang selaku platform untuk melatih daya saing pelaku UMKM kopi.

Strategi ketiga ialah memacu promosi kopi Indonesia melalui kantor perwakilan RI di sejumlah negara sahabat. Keempat, mengadakan sistem resi gudang agar petani lebih mudah menyimpan pasokan. Selanjutnya atau yang kelima, dilakukan penyederhanaan proses ekspor menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) kopi. Dan yang terakhir adalah meluncurkan kredit untuk UMKM sehingga penyaluran modal kepada jutaan usaha kecil lebih bergairah.
BACA JUGA: Dapatkan Penghasilan Tambahan di Rumah dari 14 Pekerjaan Ini
Melihat kondisi yang ada, pandemi Covid-19 memang membuat upaya untuk menjaga keseimbangan kinerja bisnis industri kopi menjadi lebih sukar. Produksi terancam anjlok, belum lagi tren permintaan dalam negeri maupun global bergeser, alhasil kinerja kopi rentan tertekan.
(Dini/Eka)